TUGAS INOVASI PENDIDIKAN
Metode EPA Sebagai Salah Satu Alternatif Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Fisika di SMP

Oleh :
DESAK MADE ANGGRAENI
I2E011002
PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN SAINS
UNIVERSITAS MATARAM
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Amien (1990) IPA merupakan kumpulan pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan metode-metode yang berdasarkan observasi. Dengan demikian dalam pembelajaran IPA dikehendaki adanya keterlibatan langsung anak dengan objek yang sedang dipelajari. Seorang anak yang mempelajari IPA akan menemukan pengertian-pengertian tentang sejumlah gejala mengetahui pengetahuan panca inderanya (pustaka.ut.ac.id/pustaka/pdf/70002).
Fisika merupakan salah satu cabang IPA yang mendasari perkembangan teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam. Salah satu tujuan pelajaran IPA khususnya fisika adalah agar siswa menguasai berbagai konsep dan prinsip IPA (fisika) untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pelajaran fisika juga dimaksudkan untuk pembentukan sikap yang positif terhadap fisika, yaitu merasa tertarik untuk mempelajari fisika lebih lanjut karena merasakan keindahan dalam keteraturan perilaku alam serta kemampuan fisika dalam menjelaskan berbagai peristiwa alam dan penerapan fisika dalam teknologi (http://www/windows.ucar.edu/).
Pada tingkat SMP, mata pelajaran fisika diajarkan sebagai mata pelajaran tersendiri. Selain memberikan bekal ilmu kepada peserta didik, juga merupakan suatu wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Mata pelajaran fisika juga dapat membekali peserta didik dengan pengetahuan, pemahaman, dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Namun pada kenyataannya, sebagian besar siswa memiliki minat dan motivasi yang rendah dalam mata pelajaran fisika. Fisika merupakan salah satu mata pelajaran yang sukar karena penuh prinsip-prinsip dan konsep-konsep fisika serta persamaan matematis yang sukar dipahami oleh siswa. Fisika dianggap sebagai ilmu pengamalan terurai secara murni sehingga hasil dan pernyataannya juga dianggap tidak mempunyai arti dalam gambaran dunia. Jadi pemahaman fisikalis dan pengetahuan tentang fisika juga tidak dihitung atau dipandang perlu bagi pendidik umum. Orang cenderung untuk membiarkan kesibukan dalam fisika ditangani oleh mereka yang mempunyai bakat dalam “matematika” (Herbert, 1986). Maka hal ini perlu penanganan serius oleh guru, oleh karena itu pemilihan metode dalam pembelajaran menjadi hal yang sangat penting bagi guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Metode mengajar merupakan suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh seorang guru atau instruktur (Hamadi, 1997). Dalam proses belajar mengajar, metode yang bervariasi diperlukan oleh seorang guru agar tujuan pembelajaran dapat tercapai setelah proses belajar mengajar berakhir. Seorang guru tidak akan dapat melaksanakan tugasnya bila tidak menguasai satu pun metode mengajar yang telah dirumuskan dan dikemukakan oleh para ahli pendidikan. Pada kenyataannya, banyak guru menggunakan metode konvensional atau metode ceramah dalam proses belajar mengajar. Metode ceramah merupakan suatu metode dalam pendidikan dan pengajaran yang cara menyampaikan pengertian-pengertian materi pengajaran kepada anak didik dilaksanakan dengan lisan oleh guru di dalam kelas. Metode ceramah ini memiliki kelemahan-kelemahan dimana menyebabkan siswa cenderung pasif karena guru yang lebih mendominasi saat proses belajar mengajar berlangsung, ada kemungkinan siswa kurang tepat dalam mengambil kesimpulan saat guru menyampaikan bahan pelajaran dengan lisan siswa juga menjadi bosan dan terkadang terkantuk saat guru menjelaskan materi secara lisan. Maka pentingnya guru memilih dan menggunakan metode mengajar yang variatif.
Salah satu metode alternatif yang dapat digunakan oleh guru dalam proses belajar mengajar adalah dengan menggunakan metode EPA (eksplorasi pengenalan dan aplikasi konsep). Menurut Bowo, metode pembelajaran EPA pertama kali diperkenalkan oleh Rudi Prakanto. EPA kependekan dari eksplorasi pengenalan dan aplikasi konsep. Metode ini menurutnya menekankan pada cara belajar sesuai dengan pengetahuan awal siswa sebelum belajar (http://www/kesumayess.blogspot.com). Metode EPA ini terdiri dari tiga tahap, yaitu eksplorasi, pengenalan dan aplikasi konsep. Pada tahap eksplorasi, siswa harus diberi kesempatan untuk bekerja sama dengan teman-temannya tanpa arahan langsung dari guru. Fase ini menurut teori Piaget merupakan fase “ketidakseimbangan” dimana siswa harus dibuat bingung. Fase ini merupakan kesempatan bagi siswa untuk menguji hipotesis atau prediksi mereka, mendiskusikan dengan teman sekelompoknya dan menetapkan keputusan. Tahap yang kedua yaitu pengenalan konsep. Pada tahap ini berupa kegiatan eksperimen pemecahan masalah uang diajukan siswa. Siswa akan memperoleh pengalaman langung melalui eksperimen yang dilakukan oleh siswa itu sendiri. Tahap yang terakhir yaitu aplikasi konsep. Pada tahap ini guru bisa mendorong siswa untuk menerapkan atau memperluas konsep serta keterampilan dalam situasi baru atau mengamati siswa saat menerapkan konsep dan keterampilan baru. Maka metode EPA diharapkan dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal fisika.
Berdasarkan uraian di atas, maka akan coba dikembangkan metode EPA (eksplorasi, pengenalan dan aplikasi konsep) sebagai upaya meningkatkan prestasi belajar fisika.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat dirumuskan adalah :
a. Bagaimanakah implementasi metode EPA (Eksplorasi,Pengenalan, dan Aplikasi Konsep) sebagai salah satu alternative untuk meningkatkan prestasi belajar fisika?
b. Apakah metode EPA (Eksplorasi,Pengenalan, dan Aplikasi Konsep) dapat meningkatkan prestasi belajar fisika?
1.3 Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah yang dikemukakan sebelumnya, tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan prestasi belajar fisika dengan menggunakan metode EPA ((Eksplorasi,Pengenalan, dan Aplikasi Konsep).
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Dengan keterampilan guru dalam memilih metode dalam mengajar, diharapkan siswa lebih tertarik dalam proses belajar mengajar fisika di kelas dan menganggap bahwa fisika itu menyenangkan.
2. Metode EPA merupakan salah satu alternatif untuk digunakan dalam proses belajar mengajar, yang dapat digunakan guru untuk membantu siswa dalam memahami materi yang diajarkan.
3. Diharapkan penelitian ini memberikan sumbangan bagi sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
1.5 Definisi Istilah
Adapun definisi istilah yang terdapat dalam penelitian ini, yaitu :
1. Metode EPA merupakan salah satu metode yang dapat memberikan pemahaman kepada siswa tentang materi yang diajarkan dimana metode ini terdiri dari tiga tahapan yaitu eksplorasi, pengenalan, dan aplikasi konsep.
2. Tahap eksplorasi dimaksudkan untuk menggali konsepsi awal siswa. Siswa harus diberi kesempatan untuk bekerja sama dengan teman-temannya tanpa arahan langsung dari guru.
3. Tahap pengenalan adalah tahap dimana guru mengumpulkan informasi dari para siswa berkaitan dengan pengalaman mereka dalam tahap eksplorasi.
4. Tahap Aplikasi Konsep dimana guru menyiapkan situasi yang dapat dipecahkan berdasarkan pengalaman eksplorasi dan pengenalan konsep. Pada tahap ini guru meminta seluruh kelas untuk mendiskusikan berbagai temuan dan menarik kesimpulan.
5. Prestasi belajar merupakan suatu kegiatan atau hasil interaksi dari individu dalam melakukan suatu kegiatan dimana hasil interaksi ini dari factor internal dan eksternal yang dimiliki oleh individu tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hakikat Pembelajaran Fisika
2.1.1. Pengertian Pembelajaran
Sesuai dengan pengertian belajar secara umum, yaitu bahwa belajar merupakan suatu kegiatan yang mengakibatkan terjadi perubahan tingkah laku, maka pengertian pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih baik. Pembelajaran adalah kegiatan yang dilakukan secara sadar dan sengaja (digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi.index/assoc/HASHOLFA.dir/doc/pdf).
Menurut Krisna, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik (Ikrisnai.blog.uns.ac.id/…/pengertian-dan-ciri-ciri-pembelajaran/).
Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seseorang peserta didik. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik.
2.1.2. Belajar Fisika
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan disiplin ilmu yang terdiri atas physical sciences dan life sciences. Dan mata pelajaran fisika merupakan bagian dari mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), maka fisika merupakan mata pelajaran yang berfungsi untuk memperluas wawasan pengetahuan tentang materi dan energi, meningkatkan keterampilan ilmiah, menumbuhkan sikap ilmiah dan kesadaran/kepedulian pada produk teknologi melalui penerapan teori/prinsip Fisika yang sudah dikuasai sebelumnya, serta kesadaran pada kebesaran yang Maha Esa (Karhami,1998).
Menurut Sudjana, belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang (Sudjana 1996). Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan, pemahaman, sikap, dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar. Maka hakikat belajar fisika tidak cukup sekedar mengingat dan memahami temuan saintis, tetapi juga penting dalam pembiasaan perilaku saintis dalam mencari temuan ilmiah (Karhami,1998). Jadi belajar IPA khususnya fisika berupaya membangkitkan minat manusia agar mau meningkatkan kecerdasan dan meneliti tentang alam seisinya yang penuh dengan rahasia yang tidak ada habis-habisnya.
Sedangkan menurut secara umum belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku, akibat interaksi individu dengan lingkungan. Perilaku itu mengandung pengertian luas. Hal ini mencakup pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap, dan sebagainya. Setiap perilaku ada yang nampak bisa diamati disebut penampilan / behavioral performance. Sedangkan yang tidak bisa diamati disebut “kecenderungan perilaku atau behavorial tendency” (Ali 2002).
Berdasarkan uraian di atas maka belajar fisika merupakan tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang merupakan hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan hasilnya bukan hanya sekedar untuk memahami tetapi juga mencari temuan ilmiah yang berada di alam dan sekitarnya.
2.1.3. Pembelajaran Fisika Siswa di SMP
Pembelajaran IPA khususnya fisika mengandung unsur sikap, proses, produk, dan aplikasi sehingga siswa diharapkan tak hanya memiliki pengetahuan namun juga menguasai proses ilmiah dan dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh melalui sikap ilmiah yang jujur dan menyadari tentang adanya keteraturan di jagad raya yang memiliki hukum alam tak terbantahkan, serta menyadari keterbatasan manusia dan kehebatan Sang Pencipta
Siswa di SMP tidak hanya diberikan teori-teori tentang pelajaran IPA khususnya fisika tetapi juga ada proses penemuan dari ilmu yang diajarkan dan aplikasinya, sehingga siswa dapat paham dan mengerti dengan yang dipelajarinya.
2.2 Prestasi Belajar
Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individual maupun kelompok. Prestasi tidak akan pernah dihasilkan selama seseorang tidak melakukan suatu kegiatan. Dalam kenyataan, untuk mendapatkan prestasi tidak semudah yang dibayangkan, tetapi penuh perjuangan dengan berbagai tantangan yang harus dihadapi untuk mencapainya. Hanya dengan keuletan dan optimisme dirilah yang dapat membantu untuk mencapainya. Oleh karena itu wajarlah pencapaian prestasi itu harus dengan jalan keuletan kerja (Djamarah, 1994).
Menurut Mulyasa (2004) prestasi belajar merupakan hasil interaksi berbagai factor, baik internal maupun eksternal. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar dapat digolongkan menjadi empat, yaitu (a) bahan atau materi yang dipelajari ; (b) lingkungan ; (c) factor instrumental ; dan (d) kondisi peserta didik. Faktor-faktor tersebut baik secara terpisah maupun bersama-sama memberikan kontribusi tertentu terhadap prestasi belajar peserta didik. Komponen-komponen yang terlibat dalam pembelajaran, dan berpengaruh terhadap prestasi belajar adalah (1) masukan mentah (raw-input), menunjuk pada karakteristik individu yang mungkin dapat memudahkan / justru menghambat proses pembelajaran (2) masukan instrumental, menunjuk pada kualifikasi serta kelengkapan sarana yang diperlukan, serta guru, metode, bahan / sumber dan program, dan (3) masukan lingkungan, yang menunjuk pada situasi, keadaan fisik dan suasana sekolah, serta hubungan dengan pengajar dan teman. Maka prestasi belajar bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi merupakan hasil berbagai faktor yang melatarbelakanginya. Dengan demikian, untuk memahami tentang prestasi belajar, perlu didalam faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi prestasi belajar peserta didik dapat digolongkan kedalam factor sosial dan non sosial. Faktor sosial menyangkut hubungan antar manusia yang terjadi dalam berbagai situasi sosial.ke dalam faktor ini termasuk lingkungan keluarga, sekolah, teman, dan masyarakat pada umumnya. Sedangkan faktor non sosial adalah faktor-faktor lingkungan yang bukan sosial supaya lingkungan alam dan fisik ; misalnya : keadaan rumah, ruang belajar, fasilitas belajar, buku-buku sumber, dan sebagainya. Sekalipun banyak pengaruh atau rangsangan dari faktor eksternal yang mendorong individu belajar, keberhasilan belajar itu akan ditentukan oleh faktor diri (internal) beserta serta usaha yang dilakukannya. Brata (1984 :259-252) dalam Mulyasa (2004) mengklasifikasikan faktor internal mencakup : (a) faktor-faktor fisiologis, yang menyangkut keadaan jasmani pada umumnya dan keadaan fungsi-fungsi jasmani tertentu terutama panca indra, dan (b) faktor-faktor psikologis, yang berasal dari dalam diri seperti intelegensi, minat, sikap, dan motivasi.
Berdasarkan uraian di atas maka prestasi belajar merupakan suatu kegiatan atau hasil interaksi dari individu dalam melakukan suatu kegiatan dimana hasil interaksi ini dari faktor internal dan eksternal yang dimiliki oleh individu tersebut.
2.3 Metode Belajar
Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam proses interaksi belajar mengajar, metode diperlukan seorang guru bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir. Seorang guru tidak akan dapat melaksanakan tugasnya bila ia tidak menguasai satu pun metode mengajar yang telah dirumuskan dan dikemukakan para ahli pendidikan (Djamarah, 1994).
Sedangkan menurut Ahmadi, metode mengajar adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh seorang guru atau instruktur. Dengan kata lain ialah teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas, baik secara individual atau secara kelompok/klasikan, agar pelajaran itu dapat diserap, dipahami, dan dimanfaatkan oleh siswa dengan baik. Makin baik metode mengajar, makin efektif pula pencapaian tujuan (Ahmadi, 1997).
Menurut Ali (2004), metode mengajar dapat diterapkan oleh guru dengan memperhatikan tujuan dan bahan. Pertimbangan pokok dalam menentukan metode terletak pada keefektifan proses belajar mengajar. Tentu saja orientasi kita adalah pada siswa belajar. Jadi metode yang digunakan pada dasarnya hanya berfungsi sebagai bimbingan agar siswa belajar. Metode mengajar sangat banyak dan bervariasi. Pendekatan dalam penggunaannya dapat dikategorikan ke dalam : pendekatan kelompok dan pendekatan individual. Metode mengajar dengan pendekatan kelompok pada umumnya ditujukan untuk membimbing kelompok agar belajar. Sedangkan pendekatan individual memungkinkan setiap siswa dapat belajar sesuai dengan bakat dan kemampuan masing-masing. Namun demikian, pendekatan kelompok pun harus tetap memperhatikan adanya perbedaan individual pada siswa. Hal ini tercermin dalam penetapan penggunaan metode secara bervariasi disesuaikan dengan tujuan dan bahan yang dipelajari (Ali, 2004).
Berdasarkan pernyataan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa metode mengajar merupakan suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang digunakan oleh seorang guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan dimana metode yang digunakan sebaiknya variatif.
2.4 Metode EPA (Eksplorasi Pengenalan dan Aplikasi Konsep)
Model pembelajaran EPA pertama kali diperkenalkan oleh Rudi Prakanto. EPA kependekan dari Eksplorasi, Pengenalan dan Aplikasi Konsep. Menurutnya metode ini menekankan pada cara belajar sesuai dengan kebutuhan siswa. Ide dasar pemikirannya adalah siswa secara aktif membangun pengetahuan dengan cara terus-menerus menemukan sendiri melalui kegiatan nyata di sekolah. Pelaksanaan pembelajaran dengan metode EPA fisika melalui tiga tahap yaitu, tahap eksplorasi, tahap pengenalan, dan tahap aplikasi konsep (http://www/kusumayes.blogspot.com).
Berikut ini adalah tahapan-tahapan dari Metode EPA :
· Tahap eksplorasi
Pada tahap ini dimaksudkan untuk menggali konsepsi awal siswa, siswa belajar sendiri melalui beberapa tindakan dan merespon sedikit petunjuk guru mengantisipasi dengan keterampilan spesifik
(http://www/lukeunderground.blogspot.com/…/perbedaan-dasar-antarapendekatan15html). Pada tahap ini siswa mengajukan berbagai pertanyaan sehingga dapat menggali ide-ide atau pola pikir baru. Pada tahap ini guru berperan secara tidak langsung. Guru merupakan pengamat yang telah siap dengan berbagai pertanyaan guna membantu siswa (individu atau kelompok). Siswa aktif melakukan kegiatan yang dapat melatih keterampilan proses, seperti mencatat, mengkomunikasikan, menafsirkan dan sebagainya. Dimana pada fase ini biasanya bersifat eksploratik, melibatkan situasi atau bahan-bahan riil, dan memberikan kesempatan untuk kerja kelompok (Daniel,2008). Jadi pada tahapan ini pembelajar diberi kesempatan untuk memanfaatkan panca inderanya semaksimal mungkin dalam berinteraksi dengan lingkungan melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum, menganalisis artikel, mendiskusikan fenomena alam, mengamati fenomena alam atau perilaku sosial, dan lain-lain. Dari kegiatan ini diharapkan timbul ketidakseimbangan dalam struktur mentalnya yang ditandai dengan munculnya pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada berkembangnya daya nalar tingkat tinggi yang diawali dengan kata-kata seperti mengapa dan bagaimana. Munculnya pertanyaan-pertanyaan tersebut sekaligus merupakan indikator kesiapan siswa untuk menempuh fase berikutnya.
· Tahap pengenalan konsep
Tahap yang kedua ini adalah tahap dimana guru mengumpulkan informasi dari para siswa berkaitan dengan pengalaman mereka dalam tahap eksplorasi. Di sini guru lebih aktif untuk menjelaskan, Siswa mendalami konsep, menganalisis konsep dengan jelas
(http://www/lukeunderground.blogspot.com/…/perbedaan-dasar-antarapendekatan-15html) . Pada tahap ini guru meminta siswa untuk melihat kembali kegiatan diberikan dan menganalisis serta mendiskusikan apa yang telah dikerjakan, baik dengan kelompok-kelompok atau dengan guru. Guru dapat memberikan scaffolding yang bermanfaat selama fase ini, melalui pertanyaan dan komentar yang dirancang untuk mengaitkan eksplorasi itu dengan konsep kunci yang sedang dieksplorasi (Daniel,2008). Pada tahap ini diharapkan terjadi proses menuju kesetimbangan antara konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dengan konsep-konsep yang baru dipelajari melalui kegiatan-kegiatan yang membutuhkan daya nalar seperti menelaah sumber pustaka dan berdiskusi. Pada tahap ini siswa mengenal istilah-istilah yang berkaitan dengan konsep-konsep baru yang sedang dipelajari.
· Aplikasi konsep
Ini adalah tahapan yang terakhir, yakni aplikasi konsep. Konsep yang baru idealnya dapat siswa kuasai dan dapat diterapkan pada situasi dan dengan daya aplikasi yang berbeda dari contoh sebelumnya. Hasil belajar harus dikuatkan dengan penerapan dan pengulangan sehingga cara berpikir dan bertindak siswa menjadi lebih stabil dan berkembang. Tahap dimana guru menyiapkan situasi yang dapat dipecahkan berdasarkan pengalaman eksplorasi dan pengenalan konsep
(http://www/lukeunderground.blogspot.com/…/perbedaan-dasar-antarapendekatan-15html). Pada tahap ini diberikan permasalahan yang dipecahkan dengan menerapkan konsep-konsep yang telah dijelaskan sebelumnya. Dimana guru meminta seluruh kelas untuk mendiskusikan berbagai temuan dan menarik kesimpulan. Langkah berikutnya dapat diidentifikasi oleh guru atau murid, dan poin-poin kunci direkap (Daniel, 2008).
Tahapan-tahapan dari metode EPA (eksplorasi pengenalan dan aplikasi konsep) dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini :
Tabel 2.1 Siklus belajar (diadaptasi dari Meyer, 1986)
Indikator | Tahapan Siklus Belajar | ||
| I Eksplorasi | II Pengenalan Konsep | III Aplikasi Konsep |
Guru | Mengidentifikasikan konsep yang akan diajarkan. Guru berposisi sebagai katalis atau fasilitator. | Membantu siswa mengembangkan konsep dengan cara menghubungkan konsep yang diperoleh melalui eksplorasi. Membimbing siswa pada pemahaman konsep baru yang bermakna. Cara yang dapat dilakukan yakni dengan mengembangkan strategi bertanya | Mendukung siswa untuk menguji kemampuannya dalam menerapkan konsep pada situasi yang baru. Guru berposisi sebagai mentor. |
Siswa | Memulai mengenal materi baru atau fenomena baru dengan bimbingan minimal, dimana fenomena yang disajikan menantang struktur mental siswa. | Mencoba memahami konsep baru dan berdiskusi dalam hal yang berkaitan dengan fenomena pada tahap eksplorasi. | Memperoleh penguatan pada perkembangan struktur mental yang baru |
(Pkk.upi.edu/invotec_1-9.pdf)
2.5 Kerangka Berpikir
Dalam proses belajar mengajar sangat berkaitan dengan metode yang digunakan oleh seorang guru. Untuk itu guru seharusnya memperhatikan metode pembelajaran yang cocok untuk digunakan. Sejauhnya ini guru menyampaikan materi pelajaran dengan metode ceramah dan pemberian tugas, dimana kedua metode ini cenderung memberikan informasi searah sehingga peranan guru jauh lebih dominan dalam proses belajar mengajar, hal ini akan berdampak pada kurangnya partisipasi, aktivitas, dan motivasi belajar siswa. Akibatnya kegiatan belajar siswa menjadi kurang optimal karena interaksi belajar hanya terbatas pada mendengarkan uraian guru, mencatat dan sesekali bertanya pada guru tanpa mencoba memecahkan masalah yang dihadapi siswa pada proses pembelajaran fisika.
Dengan menerapkan metode EPA fisika ini dapat melibatkan siswa untuk berperan aktif dalam belajar mencari dan menemukan sendiri pemecahan masalah yang dihadapi dalam pembelajaran, dengan kemampuan yang dimiliki sebelumnya dan dapat mengurangi dominasi guru dalam proses belajar mengajar yang sedang berlangsung. Dengan demikian melalui penerapan metode EPA fisika ini diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran fisika.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen yaitu penelitian yang mencari hubungan sebab akibat antara dua faktor yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti dengan maksud untuk melihat akibat suatu perlakuan (Arikunto, 2006).
3.2 Desain Penelitian
Jenis penelitian ini dikategorikan dalam jenis penelitian eksperimen. Objek penelitian ini terdiri dari dua sampel yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Untuk kelas eksperimen pembelajaran menggunakan metode EPA dan pada kelas kontrol pembelajaran tanpa menggunakan metode EPA. Pada awal pembelajaran diberikan pre-test dan pada akhir pembelajaran diberikan post-test. Desain penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut ini.
Tabel 3.1 Desain Penelitian
No. | Kelas | Pre-test | Perlakuan | Post-test |
1. | Eksperimen | O1 | X1 | O2 |
2. | Kontrol | O1 | X2 | O2 |
(Sugiyono, 2008)
Keterangan :
O1 = pemberian Pre-test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
X1 = pemberian metode EPA fisika terhadap kelas eksperimen
X2 = pemberian metode konvensional terhadap kelas kontrol
O2 = pemberian Post-test pada kelas eksperimen dan kelas control
3.3 Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan pengajaran Metode EPA dapat dilihat pada tabel 3.2 Uraian Kegiatan dan tabel 3.3 Pelaksanaan Kegiatan berikut ini.
Tabel 3.2 Uraian Kegiatan
No. | Uraian Kegiatan |
1. | Persiapan meliputi : · Menetapkan alokasi waktu · Menyusun Rencana Pembelajaran |
2. | Membuat instrumen : · Membuat kisi-kisi instrumen · Melakukan uji coba instrumen · Mencari taraf kesukaran dan daya beda soal · Menguji dan menghitung validitas instrument |
Tabel 3.3 Pelaksanaan Kegiatan
No. | Kegiatan | Uraian Kegiatan |
1. | Kelas Eksperimen | · melakukan tes awal (pre-test) · menghitung hasil tes awal (pre-test) · melaksanakan pengajaran dengan menggunakan metode EPA · melaksanakan evaluasi (post-test) · menghitung hasil evaluasi (post-test) · menghitung uji homogenitas normalitas · menguji dengan perhitungan uji-t |
2. | Kelas Kontrol | · melakukan tes awal (pre-test) · menghitung hasil tes awal (pre-test) · melaksanakan pengajaran dengan menggunakan metode ceramah · melaksanakan evaluasi (post-test) · menghitung hasil evaluasi (post-test) · menghitung uji homogenitas normalitas · menguji dengan perhitungan uji-t |
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini yaitu data prestasi belajar siswa pokok bahasan yang akan ditentukan peneliti, diambil dengan memberikan tes awal (pre-test) dan tes akhir (post-test) kepada siswa. Tes awal ini bertujuan untuk mengetahui apakah kemampuan awal dari kedua kelas sampel adalah sama atau tidak. Selanjutnya kedua kelas sampel diberikan tes akhir setelah mendapatkan perlakuan. Tes akhir ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan prestasi belajar pada siswa dari kedua sampel yaitu kelas eksperimen (yang diajar menggunakan metode EPA) dan kelas kontrol (yang diajar menggunakan metode konvensional).
3.5 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes prestasi belajar yang berupa tes objektif. Namun selanjutnya, dilakukan uji coba terhadap tes yang akan digunakan. Uji coba ini dilakukan di SMP yang lain. Uji coba ini bertujuan untuk mengetahui apakah tes yang akan digunakan dapat dikatakan baik atau tidak, maka perlu dilakukan analisis butir soal meliputi :
1. Validitas Item Soal
Suatu instrumen atau alat untuk mengevaluasi harus dapat memberikan hasil sesuai dengan keadaan yang dievaluasinya atau disebut valid. Arikunto (2006 :79), menyatakan bahwa untuk menentukan validitas butir soal digunakan rumus korelasi point biserial sebagai berikut:

Keterangan:
rpbi | = | Koefisien korelasi point biserial |
Mp | = | Rata-rata skor siswa yang menjawab benar |
Mt | = | Rata-rata skor total |
St | = | Standar deviasi skor total |
p | = | Proporsi siswa yang menjawab benar |
p | = | ![]() |
q | = | Proporsi siswa yang menjawab salah (q = 1 – p) |
Nilai rpbi akan dikonsultasikan dengan tabel r product moment dengan kriteria pengujian yaitu:
1. Jika rpbi > rtabel maka soal dikatakan valid
2. Jika rpbi < rtabel maka soal dikatakan tidak valid
2. Reliabilitas
Suatu tes yang baik harus memiliki kepercayaan yang tinggi atau disebut reliabel. Tes dikatakan mempunyai reliabel yang tinngi jika tes tersebut memberikan hasil yang tetap untuk beberapa kali pengukuran bila mengukur objek yang sama. Untuk menentukan reliabilitas butir soal digunakan rumus KR-20 sebagai berikut (Arikunto, 2006:100):

Keterangan:
r11 | = | Reliabilitas butir soal secara keseluruhan |
P | = | Proporsi siswa yang menjawab soal dengan benar |
Q | = | Proporsi siswa yang menjawab soal dengan salah |
Σpq | = | Jumlah hasil perkalian antara p dan q |
N | = | Banyaknya soal |
S | = | Standar deviasi dari tes |
Suatu soal akan reliabel jika r11 ≥ rtabel dan sebaliknya soal dikatakan tidak reliabel apabila r11 ≤ rtabel.
Berikut ini adalah tabel 3.4 kriteria untuk reliabilitas butir soal :
Tabel 3.4 Kriteria Nilai Reliabilitas
No. | Nilai | Kategori | |
1 2 3 4 5 | 0,80 – 1,00 0,60 – 0,80 0,40 – 0,60 0,20 – 0,40 0,00 – 0,20 | Sangat tinggi Tinggi Cukup tinggi Rendah Sangat rendah | |
(Arikunto, 2006) |
3. Taraf Kesukaran Soal
Menurut Arikunto (2006 : 207), soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena diluar jangkauannya. Untuk menentukan taraf kesukaran soal digunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan:
P | = | Indeks kesukaran |
JS | = | Jumlah seluruh siswa peserta tes |
B | = | Banyaknya siswa yang menjawab tes dengan benar |
Berikut ini adalah tabel 3.5 klasifikasi indeks kesukaran soal.
Tabel 3.5 Klasifikasi indeks kesukaran soal
No. | Nilai | Kriteria |
1. 2. 3. | 0,00 – 0,30 0,30 – 0,70 0,70 – 1,00 | Sukar Sedang Mudah |
(Arikunto, 2006)
4. Daya Beda
Menurut Arikunto (2006:211), ”daya beda soal merupakan kemampuan suatu soal untuk membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah”. Rumus untuk menentukan daya beda soal (D) sebagai berikut:

Keterangan:
JA | = | Banyaknya peserta kelompok atas |
JB | = | Banyaknya peserta kelompok bawah |
BA | = | Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar |
BB | = | Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab benar |
PA | = | Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar |
PB | = | Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar |
Berikut ini adalah tabel 3.6 klasifikasi daya beda butir soal.
Tabel 3.6 Klasifikasi Daya Beda Soal
No. | Nilai | Kategori |
1 2 3 4 | 0,00 – 0,20 0,20 – 0,40 0,40 – 0,70 0,70 – 1,00 | Jelek Cukup Baik Baik sekali |
(Arikunto, 2006) |
3.5 Teknik Analisis Data
3.5.1 Uji Homogenitas
Uji homogenitas dipergunakan untuk membuktikan apakah kedua sampel yang menjadi obyek penelitian homogen atau tidak. Uji homogenitas ini dilakukan sebelum pemberian perlakuan. Riduwan (2004:184), menyatakan bahwa uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji-F yaitu sebagai berikut :

Dengan kriteria pengujian sebagai berikut: data homogen jika Fhitung ≤ Ftabel dan data tidak homogen jika Fhitung ≥ Ftabel pada taraf signifikan 5% .
3.5.2 Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data tes akhir terdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dicari dengan menggunakan rumus chi-kuadrat (Riduwan, 2004):

Dimana fo menyatakan frekuensi hasil pengamatan dan fe menyatakan frekuensi harapan berdasarkan distribusi frekuensi kurva normal teoritis. Suatu data akan terdistribusi normal jika
dan tidak terdisribusi normal jika
pada taraf signifikansi 5% dengan derajat kebebasan, db = k– 3, dimana k menyatakan jumlah kelas interval.


3.5.3 Uji Hipotesis (uji-t)
Untuk mengetahui pengaruh pemberian perlakuan metode EPA (eksplorasi pengenalan dan aplikasi konsep) terhadap prestasi belajar fisika siswa, maka data tes akhir dianalisis dengan menggunakan uji-t sebagai berikut :

Keterangan:
![]() | = | nilai rata-rata kelas eksperimen |
![]() | = | nilai rata-rata kelas kontrol |
![]() | = | Standar deviasi kelas eksperimen |
![]() | = | Standar deviasi kelas kontrol |
n1 | = | Jumlah sampel kelas eksperimen |
n2 | = | Jumlah sampel kelas kontrol |
Hasil uji-t dikonsultasikan dengan
. Jika
maka hipotesis Ha diterima dan Ho ditolak (Sugiyono, 2008: 273).


3.6 Jadwal Kegiatan
No | KEGIATAN | MINGGU KE…….. | |||||||
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | ||
1 | Perencanaan | x | |||||||
2 | Proses pembelajaran | x | x | ||||||
3 | Evaluasi | x | |||||||
4 | Pengumpulan Data | x | |||||||
5 | Analisis Data | x | |||||||
6 | Penyusunan Hasil | x | |||||||
7 | Pelaporan Hasil | x |
3.7 Biaya Penelitian
Akibat yang timbul dari penelitian ini menjadi tanggung jawab peneliti, adapun biaya tersebut adalah :
1. Fotocopy Soal & lembar jawaban : Rp 160.000,00
Tidak ada komentar:
Posting Komentar